DAMPAK KEMISKINAN TERHADAP KESEHATAN GIGI


        Supriatna (1997:90) menyatakan bahwa kemiskinan adalah situasi yang serba terbatas yang terjadi bukan atas kehendak orang yang bersangkutan. Suatu penduduk dikatakan miskin bila ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan, produktivitas kerja, pendapatan, kesehatan dan gizi serta kesejahteraan hidupnya, yang menunjukkan lingkaran ketidakberdayaan. Kemiskinan bisa disebabkan oleh terbatasnya sumber daya manusia yang ada, baik lewat jalur pendidikan formal maupun nonformal yang pada akhirnya menimbulkan konsekuensi terhadap rendahnya pendidikan informal. Sharp, et.al (dalam Kuncoro, 1997:131) mencoba mengidentifikasi penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi. Pertama, secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau karena keturunan. Ketiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Ketiga penyebab kemiskinan ini bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty) menurut Nurkse (dalam Kuncoro, 1997:132): adanya keterbelakangan, ketidaksempumaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktifitas. Rendahnya produktivitasnya mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan, dan seterusnya


 Kemiskinan dapat memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan gigi seseorang. Beberapa dampak tersebut meliputi:

  1. Akses Terbatas ke Perawatan Kesehatan Gigi: Orang yang hidup dalam kemiskinan mungkin memiliki akses terbatas ke perawatan kesehatan gigi yang berkualitas. Pemeriksaan rutin, pembersihan gigi, dan perawatan gigi lainnya mungkin menjadi sulit diakses karena keterbatasan sumber daya finansial.

  2. Kurangnya Pengetahuan Tentang Perawatan Gigi: Orang yang tinggal dalam kemiskinan mungkin memiliki pengetahuan yang terbatas tentang pentingnya perawatan gigi yang baik. Hal ini bisa mengarah pada kebiasaan buruk, seperti konsumsi makanan dan minuman yang tinggi gula, yang dapat merusak gigi.

  3. Nutrisi yang Buruk: Orang miskin mungkin mengalami nutrisi yang buruk, yang dapat mempengaruhi kesehatan gigi. Kekurangan vitamin dan mineral tertentu, seperti kalsium, dapat menyebabkan masalah gigi, termasuk kerapuhan gigi dan masalah gusi.

  4. Stres dan Kesehatan Gigi: Stres yang dialami oleh orang miskin juga dapat berdampak negatif pada kesehatan gigi. Stres dapat menyebabkan kebiasaan merusak gigi, seperti menggigit kuku atau bergeligi, yang dapat merusak enamel gigi.

  5. Ketidakstabilan Sosial dan Ekonomi: Orang yang hidup dalam kemiskinan mungkin mengalami ketidakstabilan sosial dan ekonomi, yang dapat mengganggu perawatan gigi yang teratur. Mereka mungkin tidak memiliki tempat tinggal tetap atau akses yang stabil ke layanan kesehatan gigi.

  6. Penyakit Gusi: Orang miskin lebih berisiko mengalami penyakit gusi karena kurangnya akses ke perawatan gigi preventif. Penyakit gusi yang tidak diobati dapat berkembang menjadi kondisi yang lebih serius, seperti periodontitis, yang dapat merusak struktur pendukung gigi.

Untuk mengatasi dampak kemiskinan pada kesehatan gigi, penting untuk meningkatkan akses ke perawatan kesehatan gigi yang terjangkau dan memberikan edukasi tentang pentingnya menjaga kebersihan mulut dan gusi. Program-program kesehatan masyarakat yang fokus pada pendidikan gigi, pencegahan, dan perawatan gigi yang terjangkau dapat membantu mengurangi dampak kemiskinan pada kesehatan gigi.

Komentar